Zona Kemanusian di Jalur Gaza Dibombardir Tentara Israel

Setidaknya 60 orang telah tewas dalam serangan udara Israel di sepanjang Jalur Gaza, kata pejabat kesehatan setempat, termasuk dalam serangan terhadap sekolah yang melindungi orang-orang terlantar dan satu lagi di “zona kemanusiaan” yang ditunjuk Israel, karena pembicaraan gencatan senjata dalam konflik hampir 10 bulan tampaknya bellum ada tanda-tanda berhenti.

Bulan Sabit Merah mengatakan pada hari Selasa bahwa 17 orang tewas dalam pemboman di dekat pompa bensin di Mawasi, sebuah daerah di garis pantai Mediterania yang penuh dengan ratusan ribu orang terlantar yang sebelumnya dinyatakan Israel sebagai zona evakuasi. 16 lainnya tewas dalam serangan yang menargetkan sekolah al-Awda yang dikelola PBB di kamp pengungsi Nuseirat Gaza tengah, kata petugas medis di rumah sakit terdekat.

Dalam sebuah pernyataan, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan militan Hamas  hadir di sekolah. Tidak ada komentar langsung tentang serangan di Mawasi tetapi tentara mengatakan angkatan udara telah menyerang sekitar 40 target di Gaza pada hari Selasa, termasuk penembakan dan pos pengamatan, struktur militer dan bangunan yang dicurangi dengan bahan peledak.

Sayap bersenjata Hamas dan Jihad Islam Palestina, sekutu Hamas, mengatakan pejuang mereka telah menyerang pasukan Israel di beberapa lokasi dengan roket anti-tank dan bom mortir. Sayap bersenjata Jihad Islam mengatakan telah menembakkan rudal ke Sderot di Israel selatan, tetapi tidak ada kerusakan atau korban yang dilaporkan.

Selama dua minggu terakhir, Israel telah menghantam wilayah Palestina yang terkepung dengan beberapa pemboman paling sengit dalam beberapa bulan, yang paling mematikan di antaranya menargetkan Mohammed Deif, komandan militer Hamas, dalam pemboman di Mawasi pada hari Sabtu yang menewaskan lebih dari 90 orang. Masih belum jelas apakah Deif, yang dicari oleh Israel selama beberapa dekade, tewas dalam serangan itu.

Dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa, IDF mengatakan telah “menghilangkan” sekitar setengah dari kepemimpinan Hamas di Gaza dan 14.000 tentara sejak perang pecah setelah serangan mematikan kelompok militan Palestina terhadap Israel pada 7 Oktober di mana 1.200 orang tewas dan 250 lainnya disandera. Lebih dari 38.400 orang Palestina telah tewas dalam operasi pembalasan Israel di Gaza, menurut kementerian kesehatan di wilayah yang dikelola Hamas, dan populasi 2,3 juta orang sangat membutuhkan makanan, air, obat-obatan, dan tempat tinggal.

Tidak ada komentar langsung dari Hamas tentang klaim Israel. Membunuh Deif akan menjadi dorongan moral yang sangat dibutuhkan bagi Israel, yang dalam hampir 10 bulan pertempuran sejauh ini gagal mengalahkan salah satu dari tiga pemimpin Hamas teratas di Gaza.

Penargetan Deif dan serangan mematikan berikutnya di Gaza tampaknya telah berkontribusi pada kebuntuan dalam gencatan senjata dan negosiasi pertukaran sandera-tahanan yang diadakan di Qatar dan Mesir. Pembicaraan terhenti pada hari Sabtu, mediator Mesir mengatakan kepada media lokal.

Hamas telah mengirim pesan yang saling bertentangan atas partisipasinya di masa depan dalam pembicaraan, yang merupakan yang paling menjanjikan dari serangkaian negosiasi yang gagal sejak gencatan senjata awal dan kesepakatan pembebasan sandera ditengahi pada bulan November. Gencatan senjata itu gagal setelah seminggu, menyusul apa yang dikatakan AS sebagai ketidakmampuan atau keengganan Hamas untuk membebaskan lebih banyak tawanan Israel.

Pernyataan terbaru dari pemimpin politik Hamas yang berbasis di Qatar, Ismail Haniyeh, pada hari Minggu menekankan bahwa kelompok tersebut menarik diri dari pembicaraan tidak langsung sebagai protes atas “pembantaian” Israel baru-baru ini tetapi kelompok tersebut siap untuk kembali ke meja negosiasi jika Israel “menunjukkan keseriusan dalam mencapai kesepakatan gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tahanan”.

Seorang pejabat Palestina yang dekat dengan negosiasi mengatakan kepada Reuters bahwa Hamas tidak ingin dilihat sebagai penghentian negosiasi meskipun serangan Israel meningkat. “Hamas ingin perang berakhir, bukan dengan harga berapa pun. Dikatakan telah menunjukkan fleksibilitas yang dibutuhkan dan mendorong para mediator untuk membuat Israel membalas,” kata pejabat itu.

Kelompok tersebut menuduh perdana menteri Israel, Benjamin Netanyahu, berusaha menggagalkan kesepakatan dan mengakhiri perang untuk keuntungan politiknya sendiri. Namun, pada hari Selasa, menteri pertahanan Israel, Yoav Gallant, masih tampak penuh harapan, memberi tahu keluarga dari lima tentara wanita yang diculik selama serangan 7 Oktober Hamas bahwa “ini adalah yang paling dekat dengan kesepakatan yang pernah kami lakukan”, menurut Saluran 12 Israel.

Ketidaksepakatan atas identitas dan jumlah sandera Israel dan Palestina yang ditahan di penjara Israel telah berulang kali mengacaukan pembicaraan gencatan senjata. Situasi telah diperumit oleh fakta bahwa pada bulan Mei Israel menguasai penyeberangan perbatasan Rafah ke Mesir, yang menurut Hamas dan delegasi internasional harus dikembalikan ke kendali Palestina.

Juru bicara departemen luar negeri AS, Matthew Miller, mengatakan kepada wartawan bahwa dua penasihat senior Netanyahu mengatakan Israel masih berkomitmen untuk mencapai gencatan senjata. Dia juga mengkritik korban sipil yang “sangat tinggi” dalam beberapa hari terakhir.

Washington, sekutu terpenting Israel, telah memberikan perlindungan militer dan diplomatik yang signifikan untuk perang Israel di Gaza, meskipun ada pukulan balik domestik.

Juga pada hari Senin, Uni Eropa menambahkan gelombang tindakan internasional terhadap ekstremis Israel, mengumumkan sanksi baru terhadap tiga pemimpin pemukim Israel yang terkenal di Tepi Barat yang diduduki dan kelompok pro-pemukiman, Regavim, yang didirikan oleh menteri keuangan Israel saat ini, Bezalel Smotrich yang paling kanan.

Sumber | Guardian