Home » Opini » Sengkarut Dunia Literasi Kita

Sengkarut Dunia Literasi Kita

Redaksi 11 Okt 2024 168

Indonesia negara  yang menempati rangking ke 62 dari 70, bersama 10 negara lain dengan rangking terendah dalam hal literasi. Hasil tersebut berdasarkan survei yang dilakukan oleh Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019.

Sedangkan menurut Institut Statistik UNESCO (UIS) menyebutkan, tingkat literasi global pada kalangan usia 15 tahun ke atas pada 2021 sebesar 86,3 persen dan dari 208 negara yang disurvei, Indonesia menempati posisi ke-100 dengan tingkat literasi 95,44 persen atau lebih rendah dari Filipina (96,62 persen), Brunei (96,66 persen), dan Singapura (96,677 persen).

Pengertian literasi sendiri menurut KBBI yaitu berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam membaca-menulis, pengetahuan seseorang dalam mengetahui subjek pengetahuan, dan kemampuan individu dalam mengolah informasi serta pengetahuan.

Ada banyak masalah terkait literasi di negeri yang mana mayoritas penduduknya adalah pemeluk muslim, padahal dalam tradisi kaum muslim awal, dahulu mereka meiiki tradis literasi yang snagat tinggi. Akan tetapi mirisnya sekarang di kita ini, problem ada pada kelompok terdidik dan para elit negara itu sendiri, baik elit di tingkat pusat mau pun di tingkat daerah.

Salah satu dari sekian banyak masalah terbesar di perguruan tinggi Indonesia misalnya adalah; terlalu banyaknya urusan formalitas birokrasi akademik dan kegiatan non akademik yang bersifat tak terkait langsung dengan akdemik itu sendiri. Hal tersebut tentu tidak mendorong ke arah semangat literasi, budaya kritis akademik, apalagi terlebih dalam kecakapan intelektual.

Buruknya dunia literasi pada institusi pendidikan dan institusi perguruan tinggi kita ini, bukan saja terkait literasi secara langsung saja, akan tetapi diperparah prilaku  kehidupan hedonisme kaumnya dan nalar kritis mereka yang sangat liar tanpa dibarengi metodologi begitu marak belakangan, apalagi saat era digitalisasi merangsek pada pola pikir generasi terdididk kita.

Sejumlah mahasiswa-mahasiwi banyak mengikuti urusan-urusan yang tidak mendorong pada tradisi literasi yang kritis. Kegiatan mereka hanya dijejali oleh urusan yang bersifat hedonisme, atau terlalu banyak pada urusan sebuah tektek bengek birokrasi yang bersifat politis, bahkan sibuk pada glorifikasi gerakan ke-agaman yang bersifat puritan.

Alih-alih menjadi manusia ilmiah (pemikir), tetapi menjadi anggota atau partisan kepentingan politis, atau ikut kelompok islam ekstreem atau kelompok jihadis. Oleh sebab itu mereka sulit bersaing dengan orang-orang literer tinggi.

Buruknya dunia literasi kita juga disebabkan para elit negara yang tak banyak mendorong pada arah peningkatan tradisi literasi, apalagi membangun peradaban Intelektual dalam institusi di dalam dan ruang publik, meraka tak banyak menyediakan anggaran untuk tradisi membaca dan menulis bagi publik.

Jika kita lihat visi-misi para kontestan politik setiap musim poltik, baik itu pada pemilihan wali kota atau gubernur, misalnya para kontestan absen menggelorifikasikan terkait tradisi literasi masuk pada program-program utama mereka, atau mereka berani menjanjikan membangun perpustakaan besar di tempat yang menjadi icon kota atau dearah itu.

Sangat jauh berbeda dengan negara-negara maju di dunia yang memiliki peradaban tinggi, pada sebuah kota yang metropolis yang tingkat pola hidup hedonismenya sangat tinggi, misalnya di kota New York Amerika Serikat ada perpustakaan besar bernama New York Public Library, sebuah kota ditandai dengan adanya perputakaan besar di tengah kota, meski kota itu disesaki dan dijejali Gedung bioskop dan mal-mal besar.

Apalagi di kota Washington, D.C, ada gedung bernama  Library of Congress  jadi salah satu gedung perpustakaan terbesar di dunia yang kepalai oleh James H. Billington dan memiliki 3224 staf. Anggaran yang dikeluarkan untuk biaya pengelolaan perpustakaan mencapai USD 598.402.000 atau sekitar Rp 6,8 T yang digelontorkan pemerintah AS, ini menadakan bahwa kota atau negara tersebut memiliki tradisi literasi tinggi sebagai negara maju dan kota yang meiliki perdaban luhur.

Demikiaan dengan negara-negara maju lainnya seperti Inggris (British Library), China (Sanghai Library), Rusia (Russian State Library), Kanada (Library and Archieves), Denmark (Royal Danish Library), Jepang (National Deit Library), Prancis (Bibliotheque Nationale De France).

Keterpurukan literasi kita diperparah para kaum pelajar dan mahsiwa kita sedikit yang mau mendekatkan diri kepada para ilmuwan atau kaum intelektual yang kredeblitas tinggi. Cyrcel mereka kering dari kelompok Intelektual dan diskusi-diskusi Ilmiah. Boro-boro bisa membangun start-up atau kreativitas akademik, untuk menyelamatakan literasi, diri sendiri saja tak terselamatkan, akhirnya ia tak berdaya, karena buruknya membangun relasi tersebut dan rendahnya gairah terhadap dunia literasi mereka.

Sehingga sudah selesai kuliah, cita-citanya hanya sebatas semangat pada gerakan kegiatan tanpa tujuan memajukan intelektual. Akhirnya hanya mengajukan proposal-proposal kegiatan gerakan, mencari pendanaan pada pemerintah, dan penggalangan dana untuk gerakan kemanusiaan atas nama agama tertentu. Ujung-ujungnya tak sedikit berakhir di kantong pribadi demi peningkatan gengsi.

Tak ada yang salah dengan hal itu, sepanjang dilkukan secara profesional dan akuntable, meski sangat rigid dan ringkih jika hal itu dilakukan tokoh-tokoh ke-agamaan. Kegiatan semacam ini sepertinya masih terjadi sampai hari ini, dan akan terus berlanjut sebagai perpanjangan kontestasi kepentingan politis pada lembaga-lembaga ormas ke-agama-an maupun lembaga ormas politik, dan lembaga kampus.

Ini merupakan salah satu tantangan terberat bagi institusi pendidikan kita, diperparah para pejabat kampus yang sibuk dengan proyek-proyek scopus itu, akibatanya tujuan sebagai seorang pendidik dan akademisi hilang roh intelektual, yang ada hanya berebut anggaran. ***

 

Penulis WS Abdul Aziz Sekretaris Forum Jurnalis Jabar.

Comments are not available at the moment.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked*

*

*

Related post
Dari Gus Dur kita Belajar Pembaharuan NU (I)

Redaksi

18 Des 2024

Setelah wafat KH. Abdurrahman Wahid ( Gus Dur ) pada 30 Desember 2009 banyak murid dan pengikutnya menyebut bulan Desember sebagai bulan Gus Dur. Berbagai ucapan, tulisan,opini, esai, meme, dan diskusi-diskusi bertemakan tentang pemikiran Gus Dur diselenggarakan, bertebaran banner, leaflet digital memenuhi linimasa media sosial kita. Jika boleh dikenakan dalam istilah sekarang Point of View …

Kemenangan Farhan-Erwin antara Enigmatis dan Harapan ?

Redaksi

10 Des 2024

Beberapa hari lalu Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Bandung telah mengumumkan hasil resmi menetapkan rekapitulasi suara pada pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota (pilwakot) Bandung, Jumat tanggal 6/12/2024. Hasilnya, pasangan calon (paslon) nomor urut 3 Farhan-Erwin unggul dengan suara 523.000 (44,64%) dan untuk pasangan nomor urut 1 Dandan-Arif meraih 83.498 (7,13 %) nomor …

Farhan-Erwin Jadi Preferensi Politik Paling Rasional Warga Nahdliyin

Redaksi

24 Nov 2024

Dalam pemilihan Walikota kali ini, ada dua kandidat yang memiliki irisan kultural mau pun struktural secara langsung baik dalam ideologis dan genealogis Nahdliyin. Pertama, kandidat calon Wakil Walikota Bandung 2024-2029 adalah H. Erwin sebagai Ketua PKB Kota Bandung dan ia salah satu pengurus struktural NU tepatnya di Badan Otonom (Banom) Pagar Nusa PC NU Kota …

Islam dan Nalar Arab

Redaksi

06 Okt 2024

Dalam peradabanya Islam merupakan agama yang sangat mempengaruhi dunia, setelah Kristen. Islam selalu diidentikan di mana asal agama tersebut dilahirkan, yaltu bangsa ‘Arab. Tradisi ‘Arab sangat mempengaruhi ajaran Islam. Pada perjalanannya praktik Islam pun selalu terselipkan nilai-nilai budaya ‘Arab. Sehingga setiap kali Islam ditemui, maka tradisi ‘Arab kita jumpai. Lalu apakah tradisi ‘Arab menjadi praktik …

Mengenal Filsafat Sejarah (1)

Redaksi

03 Okt 2024

Membicarakan filsafat sejarah bukan sekedar sedang berbicara potongan-potongan peristiwa sejarah di masa lalu. Akan tetapi lebih jauh filsafat sejarah upaya untuk menafsir ulang perjalanan sejarah dalam bangunan teori filsafat. Meneliti berbagai macam metodologi yang diciptakan oleh para pemikir sejarah, baik dari kalangan kelompok pemikir ekperimentalis maupun kelompok pemikir rasionalis. Filsafat sejarah tak sekedar berbicara tetang …

Masyarakat Sipil, Gerakan Kultur, dan Sosial Enterprise

Redaksi

26 Sep 2024

Jabaraktual.com – Gerakan sipil (civil society) berada dijantung paling bawah, ini menunjukan secara automatis mengetahui persoalan-persoalan yang sangat paling mendasar apa yang terjadi dilapisan masyarakat. Para ilmuan sosial merumuskan tentang masyarakat sipil atau juga disebut masyarakat madani, ini mengandung makna masyarakat beradab adalah arena warga yang aktif menjalankan syiasah-syiasahnya, mepraktikan regulasi sebagaimana yang dilakukan dengan …

Hot Categories
x
x