Home » Berita » Dari Gus Dur kita Belajar Pembaharuan NU (I)

Dari Gus Dur kita Belajar Pembaharuan NU (I)

Redaksi 18 Des 2024 15

Setelah wafat KH. Abdurrahman Wahid ( Gus Dur ) pada 30 Desember 2009 banyak murid dan pengikutnya menyebut bulan Desember sebagai bulan Gus Dur. Berbagai ucapan, tulisan,opini, esai, meme, dan diskusi-diskusi bertemakan tentang pemikiran Gus Dur diselenggarakan, bertebaran banner, leaflet digital memenuhi linimasa media sosial kita.

Jika boleh dikenakan dalam istilah sekarang Point of View (POV) Gus Dur merupakan pribadi yang unik, kompleks dan nyeleneh. Karena itu gagasan dan pemikiran Gus Dur sulit untuk dipahami, apalagi dalam satu sudut tafsiran. Maka ketika Gus Dur menjabat sebagai Presiden, ada lelucon anekdot tentang tiga misterius bahwa : ada tiga misteri Tuhan di dunia yang sulit dipahami manusia sebelum hal itu terjadi, “ jodoh, kematian dan Gus Dur.”

Maka bagi banyak orang pribadi Gus Dur merupakan sosok yang aneh, termasuk dalam kacamata pengikutnya dan kelompok intelektual sekalipun. Gus Dur kerap melontarkan atau tafsir tak terduga sebelumnya, ia bisa mengetahui sebelum hal yang belum terjadi, dalam makna tasawuf atau irfani mengandung hikmah yang mukasyafah dan misteri.

Dari Gus Dur bangsa ini belajar banyak hal, terutama tentang kemanusian, pluralis, toleransi keberagamaan, pribumisasi Islam, tradisionalisme, politik, demokrasi, jokes-jokes, dan tentunya belajar NU, yang mana tak berlebihan jika ada yang menyebut Gus Dur melampaui ayahnya (KH. Wahid Hasyim) dan kakeknya (KH. Hasyim ‘Asy’ari).

Ketika tahun 1977 Gus Dur semakin dihormati di Jakarta dan Jombang. Semakin banyak pula undangan untuk ceramah yang datang untuk mengisi ceramah atau menulis. Pada tahun yang sama Gus Dur ditawari jabatan sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Hasyim Asy’ari Jombang. Dengan senang hati ia menerima tawaran itu. Universitas Islam dengan diberi nama kakek Gus Dur yang didirikan oleh konsorsium pesantren Tebuireng. ( Greg Barton, 2016, hlm.123).

Kiai Bisri Syansuri Membujuk Gus Dur Jadi Pengurus Syuriah

Saat menjalankan karir sebagai pendidik di Universitas Hasyim Asy’ari, Gus Dur didekati pamannya Kiai Bisri Syansuri beberapa kali memintanya agar bergabung untuk pemeprtimbangkan jadi pengurus Dewan Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta. Ini merupakan permintaan paman dan sekaligus Kiai yang menjabat Rais Syuriah (pimpinan tertinggi NU), permintaan kiai sudah ketiga kali meminta Gus Dur agar bisa ikut ke Jakarta agar bergabung jadi pengurus Syuriah di PBNU. Gus Dur akhirnya menerima permintaan sang kiai tersebut, meski sebelumnya ada penolakan dari Gus Dur menerima ajakan dari pamannya itu. Gus Dur beralasan bahwa belum siap untuk memikul tanggung jawab di organisasi NU. Terlebih diingatnya bahwa ia merasa khawatir akan terjebak dalam permainan politik NU. Gus Dur membicarakan pada teman-teman dekatnya bahwa ia mempunyai keinginan mengembangkan diri untuk jadi intelektual publik dan tidak mau terikat pada struktur jam’iyah NU. Namun, Gus Dur juga menyadari bahwa tidak mungkin dirinya untuk terus bertahan pada keinginannya itu, oleh sebabnya ia diharapkan dapat memainkan peran formal di organisasi NU.( Barton, 2016, hlm.125).

Karena kecerdasan dan intelektual Gus Dur, ia mengawali karir organisasi NU pada Dewan Syuriah di PBNU. Menjadi bagian dari pengurus NU pada level Dewan Syuriah merupakan kehormatan tertinggi bagi setiap orang yang terpilih untuk bergabung pada jam’iyah NU, tak terkecuali Gus Dur. Selain memiliki kedudukan tertinggi, Syuriah merupakan sekumpulan para kiai-kiai tulus dan alim serta zuhud yang membawa keberkahan khusus bagi umat NU, terlebih zaman Gus Dur masih ada para muassis NU jadi pengurus Syuriah.

Bersama kakeknya Bisri Syansuri (Rois Syuriah PBNU) Gus Dur menjadi anggota Dewan Syuriah beberapa tahun. Di sini mulai terlihat secara dekat pengalaman ini melihat lebih jelas atas masalah-masalah dan cakupannya yang dihadapi oleh NU serta sekaligus memperkokoh reputasinya sebagai pemimpin muda NU yang penuh harapan. (Barton,2016, hlm.127).

Sepeninggal Kiai Bisri Syansuri pada tahun 1981, tidak mengendorkan semangatnya untuk tetap teratur mengikuti rapat-rapat dan konsolidasi dengan anggota Dewan Syuriah lain, ini pula semakin meneguhkan Gus Dur untuk memantapkan tinggal di Jakarta tidak mondar-mandir pergi ke Jombang. Di sebuah rumah sederhana daerah pinggiran Ibu Kota (Ciganjur) kala itu merupakan daerah pada lapangan luas yang selalu banjir, dan lebih memprihatinkan rumah tersebut kecil. Meski demikian relasi intelektual dapat memperkuat hubungan dengan Gus Dur hidup di DKI Jakarta dari pada tinggal di Jombang.

Wafatnya Kiai Bisri Syansuri merupakan kehilangan besar bagi keluarga besar NU, yang mana kala itu para Kiai di Dewan Syuriah memiliki kegelisahan karena dominasi Dewan Tanfidziah oleh para politikus. Oleh sebabnya Dewan Tanfidziah menjadi sasaran kritik pedas yang dilancarkan Dewan Syuriah. Bagi Kiai-Kiai yang berada di Dewan Syuriah, kala itu Dewan Tanfidziah dianggap telah mengabaikan kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan NU. Pada waktu itu Ketua Umum PBNU dipegang oleh KH. Idham Chalid. Ia telah menduduki posisi ini sejak tahun 1956. Kiai Idham Chalid merupakan Kiai yang tidak diragukan kepiawaiannya dalam politik, ia cukup berhasil memimpin NU melewati masa-masa yang sangat sulit, terutama selama pergantian dari rezim Soekarno ke Soeharto pada pertengahan tahun 1960-an (Barton,2016, hlm. 128).

Meski demikian pada tanggal 2 Mei 1982, dua hari sebelum dilangsungkannya Pemilu, empat kiai sepuh dari Dewan Syuriah berkumpul di Jakarta dan mendatangi rumah Idham Chalid di rumahnya di Cipete. Dari empat kiai ini adalah para pendiri NU, dan karena itu sangat berpengaruh. Mereka adalah guru Gus Dur, Rais Aam KH. Ali Ma’sum, KH. Mahrus Aly, KH. As’ad Syamsul Arifin, dan KH. Masykur. Para Kiai ia bertemu Idham, meminta agar melepaskan jabatan sebagai Ketua Umum PBNU.

Kiai Achmad Siddik, Gus Dur dan Gerakan Perubahan NU

Bagi para kiai yang berada di Dewan Syuriah yakin NU pada saat itu sedang tidak baik-baik. Maka dipandang perlu ada perubahan kepemimpinan sangat krusial organisasi ini dapat maju. Para kiai sepuh tersebut merasa bahwa para politikus terlalu mendominasi dalam tubuh Tanfidziah sehingga meminggirkan para kiai di Dewan Syuriah.

Kiai Achmad Siddik seorang ulama senior dua puluh empat tahun lebih tua dari Gus Dur kiai berjiwa pembaharu. ia bersama Gus Dur bekerja erat. Kedua ulama NU ini bekerjasama dengan baik dan berpengaruh besar dalam Dewan Syuriah. Mereka berdua selain mampu mengartikulasikan kehendak para ulama sepuh di Dewan Syuriah, dua kiai ini berdiskusi terbuka tentang pembaharuan dan berpikir perlunya ada perubahan dalam tubuh NU serta terbuka berbicara mengenai penafsiran individual (ijtihad) terhadap Al-Quran dan Sunnah, mereka juga sekaligus seperti perantara budaya, juga mampu menerjemahkan ide-ide modern dalam bahasa tradisi dengan ujaran-ujaran dapat diterima para ulama yang konservatif ( Barton, 2016,hlm.153).

Bersama Gus Dur kiai Achmad Siddik membentuk tim yang mengesankan dan banyak berharap bahwa keduanya akan memimpin NU di masa datang. Dalam usahanya ini dapat dorongan juga dari rekan-rekan Gus Dur yang dulu pernah di pesantren dan kini sudah menjadi kiai-kiai muda. Terlebih beberapa kiai sepuh yang berpengaruh mulai meminta Gus Dur agar mengisi ceramah di pesantren-pesantren mengenai perubahan dalam NU.

Dari diskusi-diskusi yang dilakukan Kiai Achmad Siddik dan Gus Dur serta kiai-kiai lain dari Syuriah, dibentuklah forum bagi kalangan kiai-kiai yang memiliki semangat pembaharuan dan intelektual muda agar mereka dapat bergumul dengan banyak hal yang sedang dihadapi oleh organisasi yang sedang sakit. Forum tersebut dinamai Dewan 24, dan tim tujuh, termasuk Gus Dur dan Kiai Achmad Siddik terpilih dan ditugasi untuk memetakan rencana pembaharuan NU. (Barton, 2016, hlm.157-158).

Kiai Achmad Siddik dan Gus Dur merupakan sosok penting dalam perubahan NU pasca kepemimpinan Idham Chalid, mereka berdua yang pertama melontarkan secara terbuka dalam tubuh NU perlu ada perubahan dan pembaharuan penafsiran individual terhadap Al-Quran dan Sunnah. Bagi Gus Dur Kiai Achmad Siddik lebih dari seorang sahabat, teman berdiskusi tentang pembaharuan NU dan bersikap terhadap Kia Ahmad Siddik seperti seorang ayah bagi Gus Dur.

Pembaharuan yang dirumuskan mereka paling krusial adalah terkait penerimaan NU terhadap Pancasila dan Asas Tunggal serta terlepasnya NU dari anasir-anasir politik praktis, kala itu bagaimana bisa terlepas dari dominasi partai PPP dalam tubuh NU sehingga pada saat itu para politikus yang berada pada Dewan Tanfidziah terlalu mengesampingkan kiai-kiai di Dewan Syuriah sebagai majelis tertinggi dalam organisasi NU. Kiai Achmad Siddik dan Gus Dur melakukan rumusan pembaharuan NU, di antaranya adalah NU harus lepas dari dominasi para politikus, memfungsikan kembali Dewan Syuriah dengan baik dan mengembalikan NU pada Khittah 1926 sebagai organisasi sosial keagamaan. [] Bersambung…

 

Penulis, WS Abdul Aziz Sekretaris Forum Jurnalis Jabar dan Alumni PDPKNU Kota Bandung (A1).

Comments are not available at the moment.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked*

*

*

Related post
Kemenangan Farhan-Erwin antara Enigmatis dan Harapan ?

Redaksi

10 Des 2024

Beberapa hari lalu Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Bandung telah mengumumkan hasil resmi menetapkan rekapitulasi suara pada pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota (pilwakot) Bandung, Jumat tanggal 6/12/2024. Hasilnya, pasangan calon (paslon) nomor urut 3 Farhan-Erwin unggul dengan suara 523.000 (44,64%) dan untuk pasangan nomor urut 1 Dandan-Arif meraih 83.498 (7,13 %) nomor …

Farhan-Erwin Jadi Preferensi Politik Paling Rasional Warga Nahdliyin

Redaksi

24 Nov 2024

Dalam pemilihan Walikota kali ini, ada dua kandidat yang memiliki irisan kultural mau pun struktural secara langsung baik dalam ideologis dan genealogis Nahdliyin. Pertama, kandidat calon Wakil Walikota Bandung 2024-2029 adalah H. Erwin sebagai Ketua PKB Kota Bandung dan ia salah satu pengurus struktural NU tepatnya di Badan Otonom (Banom) Pagar Nusa PC NU Kota …

Pilwalkot Bandung : Siapa Jadi Pilihan Rasional Warga Nahdliyin Kota Bandung ?

Redaksi

23 Nov 2024

Hanya tinggal menghitung hari penduduk Kota Bandung berada di bilik suara pada pemilihan Walikota dan Wakil Walikota 2004-2029 tepatnya hari Rabu, 27 November 2024 menentukan pemimipin mereka selama 5 tahun ke depan. Elektoral tersebut serentak dengan pemilihan kepala Daerah lain di seluruh Indonesia. Bagi sebagian orang, paslon-paslon sekarang tidak begitu menarik sejak tahun 2013 pasca …

Sah ! Pengurus ISNU Jawa Barat Masa Khidmat 2024-2029 Resmi di Lantik

Redaksi

31 Okt 2024

Bandung, jabaraktual.com – Pengurus Wilayah Ikatan Sarjana Nahdatul Ulama (ISNU) Jawa Barat menggelar pelantikan dan Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) yang diselenggarakan di Hotel Puri Khatulistiwa, Sumedang, Kamis 31 Oktober 2024. Pelantikan dan rakelwil PW ISNU Jabar ini dihadiri langsung ketua umum PP ISNU Prof. Dr. KH. Ali Masykur Musa, M.Si., M.Hum.  Dalam sambutannya, ia mengucapkan …

Sengkarut Dunia Literasi Kita

Redaksi

11 Okt 2024

Indonesia negara  yang menempati rangking ke 62 dari 70, bersama 10 negara lain dengan rangking terendah dalam hal literasi. Hasil tersebut berdasarkan survei yang dilakukan oleh Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019. Sedangkan menurut Institut Statistik UNESCO (UIS) menyebutkan, tingkat literasi global pada kalangan …

Islam dan Nalar Arab

Redaksi

06 Okt 2024

Dalam peradabanya Islam merupakan agama yang sangat mempengaruhi dunia, setelah Kristen. Islam selalu diidentikan di mana asal agama tersebut dilahirkan, yaltu bangsa ‘Arab. Tradisi ‘Arab sangat mempengaruhi ajaran Islam. Pada perjalanannya praktik Islam pun selalu terselipkan nilai-nilai budaya ‘Arab. Sehingga setiap kali Islam ditemui, maka tradisi ‘Arab kita jumpai. Lalu apakah tradisi ‘Arab menjadi praktik …

Hot Categories
x
x